JAKARTA – Pakar tafsir Alquran dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Muchlis Hanafi, mengatakan, metode pembelajaran kitab kuning harus dikembangkan dan diaktualisasikan dalam konteks kekinian. Sebab, kitab tersebut berisi ilmu-ilmu keislaman orisinil yang ditulis ulama-ulama nusantara dan Arab.
Ia menjelaskan, kitab kuning merupakan warisan intelektual Islam klasik. Mempelajari kitab tersebut dengan sendirinya akan melestarikan ilmu-ilmu dari para ulama masa silam.
“Jadi mempelajari kitab kuning sama artinya kita menjaga mata rantai ilmu-ilmu keislaman,” katanya kepada Republika, Senin (11/4).
Karena itu, menurut Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Kementerian Agama (Kemenag) ini, kitab kuning layak dipelajari sejak masa sekolah seperti di jenjang tsanawiyah dan aliyah. Jika tidak, hal itu akan berdampak buruk pada kualitas santri yang hendak menimba ilmu di perguruan tinggi Islam.
“Kualitas input-nya pasti akan menurun karena mereka tidak menguasai bahasa Arab dan tidak menguasai literatur-literatur dengan baik,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, pengajaran kitab kuning di pondok pesantren (ponpes) menurun. Penilaian ini didasarkan pada hasil riset Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kemenag) pada 2010. Hasil riset tersebut menunjukkan, jumlah kitab kuning yang diajarkan para kiai di ponpes rata-rata hanya 13 dari ratusan, bahkan ribuan kitab yang ada. Sementara, para santri hanya mengaji sembilan kitab kuning.
“Sungguh ini menjadi tantangan yang sangat luar biasa bagi kita semua, dunia pesantren dan Kemenag sekaligus,” kata Menag saat memberikan sambutan pada haul almarhum sesepuh dan warga Pondok Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (9/4).
Muchlis pun tak menampik bahwa saat ini terjadi penurunan pengajaran kitab kuning di ponpes. Meski demikian, doktor lulusan Universitas al-Azhar Kairo, Mesir, ini menilai, kitab kuning masih menjadi rujukan dan andalan ponpes dalam proses belajar-mengajar.
Menurut Muchlis, ada beberapa hal yang menyebabkan intensitas pengajaran kitab kuning di ponpes menurun. Salah satunya karena banyak ponpes yang juga membuka lembaga pendidikan formal seperti tsanawiah dan aliyah.
Ketika ponpes menyediakan lembaga pendidikan formal, kata dia, mau tidak mau ponpes harus menaati tuntutan standardisasi mutu yang ditetapkan oleh otoritas terkait. Dalam konteks ini adalah Kemenag.
“Sekarang ini kan pemerintah sedang giat-giatnya melakukan standardisasi dan sertifikasi sekolah-sekolah itu (tsanawiah dan aliyah). Jadi, pesantren harus menyesuaikan dengan tuntutan itu,” ujar dia.
Pada titik inilah, kata dia, pembelajaran kitab kuning mulai sedikit terpinggirkan. “Misalnya, menjelang ujian nasional, mau tidak mau, banyak waktu pembelajaran kitab kuning yang ditiadakan agar prestasi santri tidak memalukan. Sebab, pembelajaran kitab kuning tidak termasuk formal,” jelas dia.
Prestasi santri, sambung Dewan Pakar Pusat Studi Alquran ini, merupakan hal yang dikejar. “Karena, banyak orang mengukur mutu pendidikan dari pendidikan formal. Dan, ini sangat berpengaruh terhadap pembelajaran kitab kuning,” jelasnya.
Muchlis berharap, ponpes yang membuka lembaga pendidikan formal tetap mempertahankan pengajaran kitab kuning. Sebab, kitab kuning merupakan warisan intelektual klasik yang menguraikan ragam ilmu dalam Islam.
Dalam upaya menumbuhkan semangat dan kecintaan generasi muda untuk mempelajari kitab kuning, Partai Keadilan Sejahteran (PKS) menggelar lomba membaca kitab kuning tingkat nasional yang babak finalnya akan berlangsung pada 24 April mendatang.
“Kitab kuning merupakan rujukan ilmu-ilmu keislaman karya ilmuwan dan intelektual Islam pada masa silam yang bukan hanya dari nusantara tapi juga mancanegara,” kata Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini, Selasa (12/4).
Lomba yang diikuti oleh sekitar 1.100 peserta ini, menurut dia, juga dimaksudkan agar umat Islam menghargai karya dan sumbangsih intelektual Islam pada masa silam.
Tak hanya PKS, lomba serupa juga diselenggarakan oleh Partai Kebangkitan Bangsa. Babak final Musabaqah Kitab Kuning tersebut berlangsung di Kantor DPP PKB, Jakarta, Selasa (12/4). “Insya Allah musabaqah ini bukan sekadar pencetak ulama tapi juga calon pemimpin yang baik bagi bangsa,” ujar Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar Muhaimin.
(Sumber: Wachidah Handasah/Republika.co.id)