Kendaraan kita menuju medan dakwah memang harus benar-benar kita persiapkan dengan baik. Kendaraan ini harus benar-benar berfungsi prima dan siap mengantarkan kita ke tempat yang dituju dengan selamat dan cepat. Maka daripada itu, perlu dilakukan pengecekan mesin, bahan bakar, dan minyak pelumas secara berkala.
Laksana teman sejati, pengecekan untuk memastikan bahwa kendaraan kita laik merupakan wujud saling pengertian antara kita dan kendaraan. Kadang pengecekan seperti inilah yang sering saya lupakan. Maka yang terjadi kemudian, yaitu harus membayar mahal atas kegagalan saya dalam memenuhi standard di atas.
Sebuah pelajaran berharga bagi saya dan dua saudara saya lainnya, Umar dan Ali. Pada malam itu, Rabu, 18 November 2015, kami untuk kedua kalinya, selepas Isya menapaki gelapnya Malam menuju binaan kami di salah satu Universitas di Taiwan, mengendarai dua sepeda motor butut kami yang setia. Dan, dari sinilah kisah ini bermula.
Seperti kisah petualangan Tin Tin, kami bertiga memang terasa bersemangat menyambangi adik-adik yang sedang butuh pertolongan dari gangguan makhluk tak kasat mata, sehingga membutuhkan terapi ruqyah. “Inilah hikmah berjamaah, kita jadi bersemangat melakukannya bersama-sama,” kata saudara saya, Umar, menegaskan urgensi berjama’ah sebagai sistem pendukung dan penguatan.
Mengamini pendapat Umar, benar adanya memang kalau kita berangkat seorang diri menapaki jalanan sepanjang sekitar 27 km berangkat dan kembali lagi tengah malam hingga dini hari, akan terasa agak berat karena belum terbiasa. Tapi, Alhamdulillah ini kedua kalinya kami menjalani kegiatan bersama mendatangi adik-adik kami yang membutuhkan bantuan serupa.
Malam ini seperti biasa, Ali dengan kendaraannya mantap menyeruak Malam bersama motor “Renegade”-nya yang besar. Sementara, saya dan Umar berboncengan menaiki motor “Kymco” Biru serasa menumpang “Taiwan Aircraft” mantap dan khidmat diselingi kelakar dan cerita lucu dan kadang menjurus serius sepanjang jalan.
Sampai entah di kilometer ke berapa, tiba-tiba motor “Kymco” Biru kami harus terhenti tiba-tiba, karena kehilangan tenaga. Kami galau sesaat, tapi kemudian kami putuskan menuntun sepeda motor ini sampai ke tujuan.
Dan di sinilah Allah memberikan kemudahan, meskipun kami harus berjalan kaki, kami hanya harus menempuhnya sekitar 2 km untuk sampai di tujuan. Dan, sedikit kebahagiaan bertambah, sebab di depan gerbang masuk ke Universitas tujuan kami, ada bengkel sepeda motor yang masih buka.
Meskipun kemudian, mekanik bengkel mengabarkan bahwa ada persoalan pada mesin, sehingga sedikitnya dibutuhkan 4000 NTD (New Taiwan Dollar) untuk mengganti mesin dan perbaikan, selesai dalam 1-2 hari ke depan. Sehingga, kami memutuskan membawa motor ke daerah dekat dengan rumah saya, dengan cara ditarik menggunakan rantai.
Terapi ruqyah pun selesai dilaksanakan, kami kembali bergandengan membawa motor yang tak berfungsi. Ali sebagai driver motor mogok dan sementara Umar mengendarai “Renegade”. Baik Ali maupun Umar, keduanya harus ekstra hati-hati mengendarai sepeda motor tandem ini, mereka berdua konsentarasi penuh, jika tidak tabrakan beruntun dapat terjadi begitu saja.
Singkat cerita, demikianlah kisah malam ini yang menyisakan mendung menggelayut di pikiran, sebab perjalanan kami ternyata harus mengeluarkan ongkos tak terduga.
Tapi, ikhwati fillah, selalu ada ibrah dalam setiap perjalanan. Laksana perjalanan malam kami bertiga, kita dituntut untuk senantiasa responsif terhadap permasalahan orang-orang yang kita bersamai.
Ibarat mesin, kita harus senantiasa menyiapkan diri kita secara fisik, mental, dan ruhiyah agar dapat menempuh medan dakwah yang tidak selalu datar; kadang menanjak, lalu menurun dan bahkan terjal di tubir jurang.
Jika kita tidak benar-benar menyiapkan mesin dakwah kita dengan baik, bisa dipastikan kita akan terlambat tiba di lokasi yang kita tuju. Hal ini tentu saja akan menguras habis energi dan sumber daya yang ada, sehingga aktivitas dakwah kita menjadi tersendat, macet dan terhenti.
Maka daripada itu, mari kita siapkan kendaraan dakwah kita dengan seksama, baik kendaraan dalam arti sebenarnya maupun kendaraan dakwah kita dalam makna konotatif. Wallahua’lam bishshawab.
Once upon a time in Tainan!
Abdurrahman Batutah
Wah..kerennn banget…semoga mendapatkan balasan yang lebih besar, dimudahkan dalam segala urusannya…aamiin