Menjaring Asa

Bibir-bibir itu masih saja mengumpat. Tangannya pun tak kalah beringasnya, masih saja dengan parang, tombak, dan bilah-bilah sembilu yang siap meninggalkan beragam sayat dan luka. Tak hanya pada epidermis, akan tetapi jauh lebih dalam menusuk dan mengiris. Lambertus Wera, anak kepala dusun yang baru saja pulang nyantri itu ternyata harus menerima sambutan yang luar biasa tak terduga. Bukan dengan pesta semacam Ritual Bole Bundo atau Ore yang terselenggara. Melainkan sebuah sambutan yang tak sekedar mengucurkan keringat semata, tetapi turut mengiris diorama rasa seorang Wera. Ah, bukan Wera. Tetapi, Rahman Shaleh. Nama yang lebih apik dan bermakna. Sudah setahun kiranya nama itu  disandangnya saat masih di pondok nyantrinya, di Tanah Jawa sana. (more…)

Continue ReadingMenjaring Asa

Pena Kehidupan

Lima orang siswa kelas tiga sekolah dasar sedang belajar bersama. Hari ini, mereka akan belajar menggunakan pena untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan rumah dari gurunya. Masing-masing mempersiapkan pena barunya dan saling memperlihatkannya satu sama lain.

Siswa pertama menunjukkan pena baru yang dibelikan oleh orang tuanya sepulang dari luar negeri. Pena itu bisa digunakan untuk berbagai kebutuhan, tidak sekedar untuk menulis. Mulai dari pemutar musik, kamera, lampu, hingga dapat digunakan untuk internet. Sungguh mengagumkan. Bisa ditebak bahwa harganya pasti sangat mahal.

Lalu, siswa kedua menunjukkan penanya yang tak kalah unik. Pena yang dimilikinya tak hanya dapat digunakan untuk menulis, akan tetapi juga untuk mendengarkan radio dan merekam suara apapun. Semuanya turut kagum dengan pena tersebut. (more…)

Continue ReadingPena Kehidupan

Cermin Manusia

Gadis itu langsung melempar tas ranselnya. Sejurus kemudian ia menghempaskan badannya ke dipan. Tangis pun mengalir di antara bantal yang didekapnya. Hari ini begitu panjang untuknya karena rupanya mendung tengah menyelubungi seisi hatinya. Sesak. Begitulah tampaknya.

Tiba-tiba seorang gadis lain yang kira-kira berusia lebih tua, perlahan masuk ke kamarnya. Ia dekati gadis yang tengah menangis itu sembari membelai kepalanya yang setengah tertutup oleh bantal.

“Apa kabar, adikku? Bagaimana harimu?” tanyanya sambil tersenyum.

“Buruk, Kak!”

“Benarkah? Kenapa memangnya, Sayang? Ayo sini, coba ceritakan pada kakakmu ini!” katanya menghibur. (more…)

Continue ReadingCermin Manusia